Sabtu, 27 November 2010

LIA MURAK-LIA MIDAR-LIA MATAK MALIRIN

LIA MURAK-LIA MIDAR-LIA MATAK MALIRIN nu'udar fatin ba ita atu dada lia, fahe ba malu kona-ba "saida" no "oinsa" lala'ok moris ne'e nian iha mundu rai klaran.
Wednesday, March 18, 2009
AFORISMA DIARIA [18-3-2009]
*) Ita labele nega ema seluk nia favór ne’ebé halo mai ita. Karik la’e, ita hanesan loloos fore rai sira haluha tiha ona nia kulit.

*) Bainhira ita hetan ona bokon, di’akliu hariis tiha. Ita labele halo buat ida rohan-rohan de’it.

*) Maluk Timoroan ida-ne’ebé durante tempu okupasaun Indonézia ‘kolabora ho inimigu’, aumesmu tempu servisu maka’as ba klandestina loron ida fó sai nia lian,”Maluk sira, ha’u sei husik istória maka sei julga--seráke ha’u ne’e ema traidor ida duni ba rai doben ida-ne’e.”

*) Ita tenke tane malu, no fó liman ba malu karik ita hakarak duni atu salvaguarda ita-nia sobrevivénsia hanesan ema kriatura sira ne’ebé hela iha planeta ida-ne’e.

*) Dala barak ema nia liafuan hatete, “laiha buat foun ida iha loro-matan nia oin.” There is nothing new under the sun. Ita apenas halo de’it resiklajen ba buat sira ne’ebé iha tiha ona.
Posted by kesabere marubi at 5:17 PM

Rabu, 23 Juni 2010

Jumat, 26 Desember 2008

DENTINGAN BELL TAHUN BARU

Rabalah hangat hatimu, kawan
Tebarkan persahabatan sehangat-hangatnya
Rangkulah kawan lama, kawan baru jangan dimusuhi
Berbagi rasa dengan hangatnya tetesan air mata damai

Mari berpegangan sambil melantun, bersama dentingan bell tahun baru
Kita berdamai, kawan! Kita berdamai, kasih! Kita berdamai, saudara!
Lupakan perbedaan bangsa, kawan
Janganlah risau akan perbedaan warna kulit
Kawan Islam, kawan Kristen, kawan Hindu, kawan Buda
Kawan Pantheistic, kawan Atheis, dan kawan-kawan kepercayaan lainnya
Jabat tangan-tangan mereka dalam senyuman ramah dan setulus hati

Mari berpegangan sambil melantun, bersama dentingan bell tahun baru
Kita berdamai, kawan! Kita berdamai, kasih! Kita berdamai, saudara!
Kecuplah damaimu, kawan
Sirnakan amarah dan dendam, jangan ada kesalahpahaman yang sesat
Kita adalah satu dalam sahabat, persahabatan dalam perdamaian dunia
Waktu telah berlalu, kawan
Jemput nuansa ramah pagi hingga senja, hirup udara damai ditahun yang baru

Mari berpegangan sambil melantun, bersama dentingan bell tahun baru
Kita berdamai, kawan! Kita berdamai, kasih! Kita berdamai, saudara!

Kawan manusia, kawan hewan, dan kawan pepohonan
Kawan wanita dan kawan pria, kawan orang tua dan kawan muda-mudi
Kita bagaikan bagian dari kebaikan hati-hati tertulus dalam mencipta hidup damai
Janganlah terlupakan, kawan
Jiwa-jiwa telah merindu nikmatnya kerukunan dan penghargaan kehidupan

Mari berpegangan sambil melantun, bersama dentingan bell tahun baru
Kita berdamai, kawan! Kita berdamai, kasih! Kita berdamai, saudara!

Dang… ding… dang… dang… ding… dang
Bersama kebaikan dentingan bell tahun baru
Kita berdamai, kawan!

For auld lang syne, my friends

Nenen Gunadi

Belajar dari Seorang Ibu

Cinta Ibu untuk Orang Kecil
§Penyakit terburuk saat ini adalah situasi hidup yang tidak dikehendaki, ditinggalkan dan dilupakan. Momok yang paling besar ialah begitu tergila-gila dengan harta, hampir tidak mempunyai waktu dan melupakan orang-orang di sekitar yang membutuhkan kita.¡¨

Itulah sebuah cita rasa yang diungkapkan Ibu Teresa dalam hidupnya yang begitu akrab dengan kekurangan dan penderitaan manusia. Hal ini membuatnya memiliki sebuah pandangan yang khas terhadap ¡§orang-orang kecil¡¨. Bagi Ibu Teresa, orang-orang kecil adalah mereka yang disingkirkan, ditinggalkan dan dibuang oleh orang lain bahkan oleh orang-orang yang dicintainya. Ia melihat bahwa kebutuhan dasar manusia adalah cinta. Ketika cinta sudah menjadi sesuatu yang sangat langka dan sulit untuk ditemukan, maka di situlah penderitaan dirasakan.

Persoalan kehidupan manusia yang semakin kompleks membuat tak sedikit orang kehilangan orientasi dalam hidupnya, karena tenggelam dalam glamornya dunia. Orang menjadi tidak peduli dengan sesamanya, sehingga tak dapat dipungkiri orang merasakan hidupnya kesepian, tak bermakna, hampa, tak dicintai dan merasa tak berarti lagi. Bagi Ibu Teresa, mereka-lah yang disebut miskin dan terbuang.

Penderitaan mereka yang miskin dan terbuang bukan hanya karena penyakit yang dideritanya, melainkan juga karena sikap masyarakat atau orang-orang yang dulu pernah dikenal, dicintai dan mencintainya; kini mengasingkan, menyingkirkan. Itulah sebuah penolakan yang mengukir ¡§luka batin¡¨ sangat dalam bagi mereka yang menderita, disingkirkan dan diasingkan dari hidupnya. Mereka harus berjuang dengan berbagai cara untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Secara hakiki mereka tidak ingin diasingkan dan disingkirkan dari kehidupan masyarakat. Mereka mempunyai hak untuk hidup bersama dan berjuang dalam kehidupan ini.

Kalkuta merupakan potret salah satu tempat terdapat banyak orang miskin. Bagi Ibu Teresa ada banyak ¡§Kalkuta lain¡¨ bila kita mau membuka mata terhadap orang-orang di sekitar kita. Mereka membutuhkan waktu dan keterbukaan hati untuk bisa menemukan kembali jati diri hidup mereka sebagai gambar dan citra Allah yang sangat berharga. Ibu Teresa mengajak setiap orang untuk peka terhadap mereka. Ia mengatakan bahwa kita harus mulai dari keluarga kita, kemudian tetangga dan orang-orang di sekitar kita.

Bila Cinta Itu Terlupakan

Ada sebuah nilai di balik ketidakberdayaan orang miskin dan terbuang, bahwa mereka selalu memiliki rasa solidaritas dan pelayanan yang tinggi terhadap sesamanya. Kesadaran akan yang lain sebagai bagian dari hidup mereka menjadi salah satu alasan yang mendorong mereka untuk berjuang bersama, berbagi dan membangun sebuah solidaritas yang sejati. Situasi ini membawa Ibu Teresa pada suatu ajakan :

¡§Jadikan hidupmu sebagai pernyataan kebaikan kasih Allah, melalui tatapan mata, air muka, keramahan dalam senyum, dan salam hangatmu. Dengan cara ini, kita dapat memancarkan kebaikan hati kita. Se-ulas senyuman sederhana merupakan kebaikan yang indah. Seseorang yang mencintai dengan tulus adalah orang yang paling berbahagia, sebab segala sesuatu tergantung dari bagaimana kita saling mencintai. Mencintai haruslah menjadi sesuatu yang wajar dan spontan, sebagaimana kita bernafas hari demi hari hingga kematian tiba.¡¨

Orang miskin dan terbuang justru dengan tangan terbuka menerima semua orang yang datang kepada mereka, mereka merasakan bahwa orang lain merupakan bagian dari hidup mereka sendiri. Mereka merindukan sebuah dunia yang dapat menjadi rumah mereka, sebagai ruang gerak yang memberikan kemerdekaan, keleluasaan dan rasa nyaman untuk hidup dan mengaktualkan diri mereka. Ruang gerak itulah yang menjadi kesempatan untuk mengalami dan merasakan hidup dari perjuangan mereka sendiri. Karena itu sebenarnya mereka menyingkapkan kehidupan yang menjadi dambaan universal semua manusia.

Dalam pelayanannya, Ibu Teresa menemukan kerinduan terdalam dalam hidup manusia. Tempat-tempat penampungan yang didirikannya membuat banyak orang menemukan kembali ¡§rumah mereka¡¨ yang selama ini dirindukan, sehingga mereka dapat merasa berharga, dicintai sebagai saudara. Di rumah itu lah mereka menemukan kembali persaudaraan dan dapat berbagi satu sama lain. Desmond, seorang relawan yang pernah tinggal dan berkunjung ke tempat penampungan para Suster Misionaris Cintakasih mengungkapkan :

¡§Saya pernah hadir ketika seorang tua meninggal di Nirmal Hriday, dia seorang Hindu. Saya melihat sendiri, seorang bruder membungkuk sambil merawatnya pada saat terakhir itu: membasahi bibir orang itu dengan air yang diambil dari sungai Gangga yang dipandang kudus. Pernah hal ini saya tanyakan kepada Ibu. Dan ia menjawab dengan sangat jelas. Bahwa setiap orang yang meninggal di sana, diberikan segala hiburan yang mereka minta, sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Orang-orang Islam dikuburkan menurut kebiasaan Islam, dan orang-orang Hindu diperabukan menurut peraturan-peraturan agamanya. Semua ini tentu saja tidak merupakan halangan bagi suster-suster yang baik hati itu untuk menambahkan bukti-bukti cinta dan pengabdiannya.¡¨

Dewasa ini, fenomena sebaliknya terjadi bahwa ada sekian banyak keluarga yang mengalami broken home, yang membuat anak-anak tumbuh tanpa kasih sayang dan perhatian yang cukup. Demikian pun yang terjadi pada keluarga-keluarga di mana orang tua yang terlalu sibuk dengan urusan masing-masing dan tidak mau meluangkan waktu bagi anak-anaknya. Kendati kebutuhan material anak tercukupi bahkan berlebih, namun harus diakui bahwa dalam situasi itu anak-anak justru tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup. Secara pribadi, anak-anak ingin mendengarkan cerita orang tuanya, ingin dihibur, dipuji dan ditegur akan apa yang mereka lakukan. Cepat atau lambat perasaan tidak diterima dan tidak dicintai akan menghancurkan hidup mereka.

Dalam keadaan hampa dan kesepian itulah anak-anak akan tumbuh sebagai pribadi yang pemberontak. Mereka menjadi sinis terhadap keadaan karena mengalami kekecewaaan dan kegelisahan mendalam terhadap keluarga, masyarakat, norma-norma, tradisi dan aturan-aturan lainnya. Hidup bersama orang tua tidak menjamin bahwa ¡§mereka benar-benar memiliki orang tua.¡¨ Anak-anak lebih dekat dan berpegang pada kawan-kawan sebaya. Kerap kali anak justru memperlihatkan kepekaan yang besar terhadap apa yang dirasakan dan dipikiran teman-teman sebaya mengenai mereka. Disposisi batin semacam ini membuat anak-anak curiga dan tidak perduli dengan keadaan orang tua. Bagi mereka dikucilkan dan tidak memiliki teman sebaya lebih menyakitkan kendati mereka sering menjadi ¡§budak¡¨ dari teman-temannya.

Ibu Teresa juga menemukan banyak kenyataan keterasingan yang dialami oleh manusia. Keterasingan itu ternyata telah merambah dalam diri semua orang, sehingga manusia hidup dalam kubangan egoisme dan kepentingan diri dengan saling berebut dan menjatuhkan. Secara mendalam dalam refleksinya Ibu Teresa menegaskan bahwa adanya penindasan dan ketidakadilan terhadap mereka yang miskin dan tersingkir merupakan tanda bahwa manusia menolak kasih Allah. Realitas keberdosaaan inilah yang mendatangkan korban karena ada ketidakseimbangan dalam kehidupan, tatanan kasih runtuh, parsaudaraan hancur, dan sikap hormat akan Allah terusik.

Cinta Tumbuh dari Kekurangan

Dalam hidupnya Ibu Teresa selalu dekat dengan penderitaan manusia yang tersingkir dan terbuang. Ia merasakan pengalaman-pengalaman yang paling getir yang dirasakan dan dialami oleh mereka. Meski demikian, ia tetap percaya akan cinta Tuhan terhadap semua mahluk ciptaanNya. Ia tidak melihat semua penderitaan itu sebagai bentuk ketidakpedulian Tuhan terhadap ciptaanNya. Ia melihat penderitaan itu sebagai bagian dari drama abadi tentang hubungan manusia dengan Tuhan dan sesamanya. Penderitaan memberikan manusia kesempatan untuk secara kongkret dan sungguh-sungguh mencintai Tuhan dan sesama. Orang yang menyatakan diri mencintai Tuhan juga harus mewujudkan cintanya itu pada sesama, dua hal ini tak bisa dipisahkan. Dalam perjumpaan dengan orang-orang miskin dan terbuang inilah manusia benar-benar dapat mencintai Tuhan dan sesama secara kongkret.

Ibu Teresa ingin datang dan menawarkan sebuah nilai dasar yang seharusnya diwujudkan oleh setiap orang, yaitu kasih. Bagi Ibu Teresa kasih merupakan sumber dan dasar segala sesuatu. Ibu Teresa mengajak semua orang memulai gerakan budaya kasih dari keluarganya masing-masing. Di mana satu sama lain saling berbagi, saling bercerita dan mendengarkan dan saling melayani dengan cinta. ¡§Kasih berawal dari senyum, kasih bermula dari rumah.¡¨ ungkap Ibu Teresa.

Ibu Teresa melihat dengan mendalam apa yang sebenarnya menjadi penyebab hancurnya dunia, yaitu bila manusia tidak lagi memiliki cinta. Bagi mereka yang termiskin dari yang miskin, yang sesungguhnya dibutuhkan adalah cinta, perhatian dan penghargaan. Ketika ia merawat dan melayani orang-orang miskin dan sekarat dengan penuh cinta kasih dan perhatian, muncullah sinar kebahagiaan dari wajah mereka. Ketika mereka dicintai dan dihargai sebagai layaknya manusia, di situlah mereka menemukan kembali kebahagiaan mereka yang dirampas oleh keterasingan hidup mereka.

Cinta inilah yang memampukan manusia untuk terus bertahan hidup menghadapi berbagai macam tantangan yang tidak mudah untuk diselesaikan dalam hidup ini. Kemampuan manusia untuk merasakan dicintai dan mencintai inilah yang membuatnya mampu untuk berjuang dan mempertahankan hidupnya. Dalam hubungan cinta inilah orang satu dengan yang lainnya saling membuka diri, saling menerima sebagai pribadi yang unik. Itulah uniknya cinta, biarpun mereka saling menyerahkan diri mereka tetap berdikari dengan kemerdekaannya yang penuh dan justru karena mereka saling menyatukan diri, mereka mampu mewujudkan diri masing-masing.

Cinta Ibu Teresa yang tulus kepada orang-orang yang termiskin dari yang miskin inilah yang mampu menyatukan hidup dan merasakan penderitaan yang dialami oleh mereka yang menderita. Karena cinta, maka meskipun mereka hidup tanpa jaminan dan hanya mengandalkan penyelengaraan Ilahi, namun mereka tetap merasakan kebahagiaan. Curahan cinta itulah yang mampu mengubah hidupnya secara total, sehingga kebahagiaan memancar dari wajah mereka. Anda juga pasti bisa.


Haryanto SCJ
Email: haryscj@gmail.com

Minggu, 21 Desember 2008

Hidup adalah anugrah..

Hidup adalah anugrah.. ( bagus u/ di baca )
Ada seorang gadis buta yang membenci dirinya sendiri karena
kebutaannya itu. Tidak hanya terhadap dirinya sendiri,
tetapi dia juga membenci semua orang kecuali kekasihnya..
Kekasihnya selalu ada disampingnya untuk menemani dan
menghiburnya. Dia berkata akan menikahi kekasihnya hanya
jika dia bisa melihat dunia.

Suatu hari, ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata
kepadanya sehingga dia bisa melihat semua hal, termasuk
kekasihnya. Kekasihnya bertanya, "Sekarang kamu bisa
melihat dunia. Apakah kamu mau menikah denganku?" Gadis
itu terguncang saat melihat bahwa kekasihnya ternyata buta.
Dia menolak untuk menikah dengannya.
Kekasihnya pergi dengan air mata mengalir, dan kemudian
menulis sepucuk surat singkat kepada gadis itu,
"Sayangku, tolong jaga baik-baik mata saya."
* * * * *
Kisah di atas memperlihatkan bagaimana pikiran manusia
berubah saat status dalam hidupnya berubah. Hanya sedikit
orang yang ingat bagaimana keadaan hidup sebelumnya dan
lebih sedikit lagi yang ingat terhadap siapa harus berterima
kasih karena telah menyertai dan menopang bahkan di saat
yang paling menyakitkan.
Hidup adalah anugerah
Hari ini sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan
kata-kata kasar Ingatlah akan seseorang yang tidak bisa
berbicara.
Sebelum engkau mengeluh mengenai cita rasa makananmu
Ingatlah akan seseorang yang tidak punya apapun untuk
dimakan.
Sebelum engkau mengeluh tentang suami atau isterimu
Ingatlah akan seseorang yang menangis kepada Tuhan meminta
pasangan hidup.
Hari ini sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu Ingatlah
akan seseorang yang begitu cepat pergi ke surga.
Sebelum engkau mengeluh tentang anak-anakmu Ingatlah akan
seseorang yang begitu mengaharapkan
kehadiran seorang anak, tetapi tidak mendapatnya.
Sebelum engkau bertengkar karena rumahmu yang kotor, dan
tidak ada yang membersihkan atau menyapu lantai Ingatlah
akan orang gelandangan yang tinggal di jalanan.
Sebelum merengek karena harus menyopir terlalu jauh
Ingatlah akan sesorang yang harus berjalan kaki untuk
menempuh jarak yang sama.
Dan ketika engkau lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu
Ingatlah akan para penganguran, orang cacat dan mereka yang
menginginkan pekerjaanmu.
Sebelum engkau menuding atau menyalahkan orang lain
Ingatlah bahwa tidak ada seorang pun yang tidak berdosa dan
kita harus menghadap pengadilan Tuhan.
Dan ketika beban hidup tampaknya akan menjatuhkanmu
Pasanglah senyuman di wajahmu dan berterima kasihlah pada
Tuhan karena engkau masih hidup dan ada di dunia ini.
Hidup adalah anugerah, jalanilah, nikmatilah, rayakan dan
isilah itu.
NIKMATILAH SETIAP SAAT DALAM HIDUPMU, KARENA MUNGKIN ITU
TIDAK AKAN TERULANG LAGI!!!

: jika anda merasa tulisan ini bermanfaat utk orang
lainnya silahkan forward sebanyak2nya kepada rekan2 anda,
semoga dapat menimbulkan hal yg bermanfaat buat mereka.

Jumat, 31 Oktober 2008

KATA BIJAK tentang CINTA

Cinta tidak pernah meminta, ia sentiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.~ Mahatma Ghandi

Tuhan memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya Cinta.

Ada 2 titis air mata mengalir di sebuah sungai. Satu titis air mata tu menyapa air mata yg satu lagi,” Saya air mata seorang gadis yang mencintai seorang lelaki tetapi telah kehilangannya. Siapa kamu pula?”. Jawab titis air mata kedua tu,” Saya air mata seorang lelaki yang menyesal membiarkan seorang gadis yang mencintai saya berlalu begitu sahaja.”

Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata: aku turut bahagia untukmu.

Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita.

Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.

Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mahu berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu Coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama.

Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.

Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia , lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya . Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.

Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas kurniaan itu.

Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat -Hamka

Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.

Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.

Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahawa pada akhirnya menjadi tidak bererti dan kamu harus membiarkannya pergi.

Kamu tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur berkeping.
Dan hanya dengan mendengar kata “Hai” darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati tersebut.

Tuhan ciptakan 100 bahagian kasih sayang. 99 disimpan disisinya dan hanya 1 bahagian diturunkan ke dunia. Dengan kasih sayang yang satu bahagian itulah, makhluk saling berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya kerana takut anaknya terpijak.

Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehinggalah kamu kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna sesalan karena perginya tanpa berpatah lagi.

Jangan mencintai seseorang seperti bunga, kerana bunga mati kala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya.

Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta !

Permulaan cinta adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya.

Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setitis embun yang turun dari langit,bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus,tumbuhlah oleh kerana embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur,di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.~ Hamka

Kata-kata cinta yang lahir hanya sekadar di bibir dan bukannya di hati mampu melumatkan seluruh jiwa raga, manakala kata-kata cinta yang lahir dari hati yang ikhlas mampu untuk mengubati segala luka di hati orang yang mendengarnya.

Kamu tidak pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. namun apabila sampai saatnya itu, raihlah dengan kedua tanganmu,dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya dihatinya

Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut ke mulut tetapi cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.

Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak. Bukan cinta namanya jika perasaan tidak pernah terluka. Bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan cemburu.

Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.

Satu-satunya cara agar kita memperolehi kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan. (Dale Carnagie)




Ukuran integritas cinta adalah ketika ia bersemi dalam hati…terkembang dalam kata… terurai dalam perbuatan…

Kalau hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya. Kalau hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan kepalsuan dan tidak nyata…

Kalau cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu sempurna seperti pohon; akarnya terhunjam dalam hati, batangnya tegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam perbuatan. Persis seperti Iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh amal.

Semakin dalam kita merenungi makna cinta, semakin kita temukan fakta besar ini, bahwa cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan….

Minggu, 10 Agustus 2008

Surat Chavez untuk Castro

Reflections by Comrade Fidel

CHAVEZ’ MESSAGE
(Source: CubaDebate)


He returned from his trip to Europe on Friday. He was away for only four days. Flying west, he arrived at Caracas at 11 at night, at sunrise in Madrid, the point of departure. The call from Venezuela came in early on Saturday. I was told he wanted to speak to me over the phone that day. I replied that I could speak to him at 1:45 in the afternoon.

I had enough time to jot down 25 points, of the sort one can speak of over an international phone line, knowing the enemy is listening in, some of which had been tackled by the Venezuelan president himself before the press.

Chávez was calm, pensive and satisfied with his tour. We shared views on the prices of foodstuffs, oil and raw materials, needed investments, the dollar’s devaluation, inflation, recession, imperialist swindles and plundering, mistakes made by our adversaries, the risk of nuclear war, the system’s insurmountable problems and other issues which require no secrecy. Nevertheless, I use this means of communication only exceptionally.

We exchanged comments and news. He didn’t say one word about the wonderful message he wrote on the occasion of the 26th of July celebrations, in which he analyzed my denunciation entitled “Machiavelli’s Strategy”. I received it that same Saturday at night. Chávez is the embodiment of Bolivar’s ideas. Our one-hour conversation, back in the days of the Liberator, would have spanned months and his 4-day European tour at least 2 years.

Yesterday, I listened to his remarks on the Aló Presidente program. His investment program is impressive. Never before, quite possibly, has more attention been paid to the most deeply felt wishes and pressing needs of people. We’re already seeing some results.

When I turned on the television at night, Chávez was in the midst of a crowd that was cheering on the female softball team playing the final game of the cup against Cuba. The Venezuelan team won, one to zero. And, to top it all, this was a ‘no hit, no run’ match. The eyes of the young and handsome Venezuelan pitcher almost popped out of her head when the magnitude of her feat dawned on her following the last out. In the middle of the exuberant team that was leaping with joy on the infield next to the box, Chávez was hugging and kissing the players. Were we not internationalist in spirit, this would have been reason to be depressed. But, after thinking about it a few seconds, I was happy for him and Venezuela. What a man! How can he keep at it like that after so much effort?

Today is his birthday. Rául and I sent him a painting which shows Che emerging from the earth, as envisaged by a painter from Cuba’s westernmost province. It is a striking piece.

I shall have this reflection reach him early tomorrow.



Fidel Castro Ruz

July 28, 2008

11:30 a.m